Adi M. Soekirno, adi.mardianto@insightsolusi.com, penggiat senior arung jeram dari Klub PA Palapsi Fak. Psikologi UGM, yang kini menjadi praktisi & konsultan Managemen SDM di Insight Yogjakarta, www.insightsolusi.com,
ditengah kesibukannya berhasil menuntaskan penulisan buku bertajuk
"ARUNG JERAM : Menelusuri Tantangan Membangun Kematangan. Mas Adi ini,
dalam catatan Sejarah arung jeram Indonesia, juga salah satu bidan yang
melahirkan FAJI, Maret 1996 yang lalu. Beliau ini bahkan ditunjuk
menjadi Ketua Formatur, yang beranggotakan 7(tujuh) anggota, yang
memilih Ketua Umum FAJI yang pertama (Amalia Yunita) dan merumuskan
visi-misi organisasi FAJI.
Klub PA Palapsi
dikenal sebagai salah satu pelopor arung jeram di Indonesia disamping
Mapala UI dan Wanadri. Banyak perjalanan ekspedisi yang mereka
laksanakan, yang ceritanya tertuang dalam buku ini. Namun dalam era
arung jeram kompetisi saat ini, prestasi Palapsi tidak menonjol lagi,
namun Palapsi tetap bisa bangga dengan prestasi ekspedisi arung
jeramnya. Saat ini mereka sedang menyiapkan ekspedisi arung jeram ke
Myanmar dan Thailand 2008.
Buku
Rung Jeram ini dijual retail Rp. 30.000 dan telah tersedia di
toko-toko buku besar. Bak supermarket, buku ini cukup lengkap
menuliskan berbagai aspek mengenai arung jeram. Bahasannya meliputi
sejarah singkat arung jeram Indonesia, aspek teknis, river
safety-rescue, kompetensi, ekspedisi, kompetisi bahkan aspek psikologi
dan experiential learning yang dipadukan dalam aktifitas arung jeram.
Kita
juga akan mendapatkan kisah-kisah 'real rafting adventure',
pengarungan 'first decent' di berbagai sungai perawan di Indonesia oleh
teman-teman Palapsi, hal yang kini makin langka ditengah gemuruhnya
kemajuan arung jeram kompetisi saat ini. Banyak kisah menarik dari
cerita-cerita ini, termasuk memanggul perahu ke puncak gunung! di
belantara Sulawesi dan interaksi keindahan alam Sungai Alas dan budaya
adat Gayo yang ditasbihkan penulis sebagai 'lukisan Tuhan yang teramat
Indah'. Ada juga cave rafting, satu kegiatan arung jeram yang berbeda,
ditempat yang sungguh tidak biasa, pegunungan kapur yang kering dan
tandus di daerah Kab. Wonosari, selatan Yogjakarta, yang menyimpan keindahan alam tak terkira, Luweng Jomblang - Grubuk.
Namun
beberapa bahasan penting tidak dikupas tuntas misalnya bab 'Mengelola
Kompetisi'. Materi yang cukup berat ini hanya dibahas 5 (lima) halaman,
sehingga bahasan tidak dalam dan tuntas. Aspek jenis lomba dan sekilas
persiapan tim saja yang dibahas, namun aspek pengelolaan kompetisi
penting lainnya yang meliputi a.l. : (1) event organizing,
(2) organizing perlombaan, (3) penjurian dan (4) pembinaan atlet,
luput dari bahasan. Demikian juga tentang wisata arung jeram, tidak ada
bahasan khusus yang cukup dalam dan aktual, padahal kini wisata arung
jeram telah menjadi industri besar di dunia petualangan dan pariwisata
Indonesia, tidak kurang 4 juta tamu telah dilayani selama 17 tahun
terakhir. Sehingga ada kesan bahwa buku ini hanya cocok untuk para
penggiat saja.
Bahasan
cukup menarik adalah mengenai aspek psikologi yang memang merupakan
kompetensi penulis. Dibahas berbagai aspek psikologis yang mempengaruhi
dan dikreasikan dari kegiatan arung jeram, termasuk menjadikan arung
jeram sebagai media pembelajaran berbasis pengalaman (experiential
learning).
Buku
ini sayangnya tidak didukung foto-foto yang menarik, bahkan banyak
diantaranya tidak layak tayang. Ditengah maraknya kegiatan arung jeram
mestinya stock foto arung jeram juga melimpah, kalau saja penulis lebih
proaktif.
Ada beberapa opini penulis yang cukup menarik, diantaranya kurang populernya arung jeram petualangan, padahal dari disinilah banyak
pembelajaran dan pembentukan watak dapat dikreasikan. Prestasi arung
jeram juga belum dapat dibanggakan, kalau cabang gunung hutan yang
perkembangan awalnya hampir sama, tapi sudah ada pencapaian sampai
everest.
Memang
kalau kita bandingkan juga panjat tebing (climbing wall), cabang
adventure lainnya, yang prestasinya sudah tingkat dunia minimal Asia,
prestasi arung jeram Indonesia biasa-biasa saja, alias masih jago
kandang. Juga penulis mengungkapkan belum populernya kayak-kano arus
deras dibandingkan cabang rafting, padahal banyak di negeri lain
kayak-kano jauh lebih populer, bahkan sudah dipertandingkan di event
olimpiade.
Ada beberapa kesalahan kecil yang menggganggu misalnya penyebutan Batang Asai, padahal yang dimaksud adalah Sungai Asahan. Walaupun
disana sini ada kekurangan namun terbitnya buku ini patut kita hargai
dan banggakan, karena begitu langkanya terbitan tentang petualangan,
apalagi arung jeram. Beberapa pokok bahasan yang cukup ilmiah dapat
sedikit menghindarkan buku ini dari kesan nostalgia belaka, karena 40%
isi buku ini merupakan kumpulan perjalanan arung jeram dari rekan-rekan
Palapsi, yang sebagian telah diterbitkan diberbagai media.
Akhirnya
diharapkan buku ini akan menambah khasanah kita tentang arung jeram
dan perkembangannya di Indonesia, serta memacu semangat kita semua
untuk memajukan prestasi arung jeram Indonesia.